ANTARA KEDOKTERAN MODERN, THIBBUN NABAWI, DAN TERAPI BEKAM








Di masyarakat pada saat ini banyak berkembang bahwa terapi bekam merupakan thibbun nabawi. Banyak ajakan dan anjuran kepada masyarakat untuk kembali kepada pengobatan/ terapi bekam. Ini adalah sebuah hal yang baik, karena masyarakat diajak untuk menghidupkan kembali metode pegobatan yang telah direkomendasikan oleh Nabi Muhammad SAW ribuan tahun yang lalu. Namun sayangnya ajakan itu disertai dengan penolakan terhadap pengobatan yang lain yang dianggap bukan bagian dari thibbun nabawi. Misalnya timbulnya penolakan terhadap pengobatan medis, dan menggantinya dengan pengobatan bekam dan herbal. Ada yang memahami bahwa selain terapi bekam, herbal, dan ruqyah, yaitu pengobatan yang ada selama ini adalah pengobatan yang sudah keluar dari islam. Namun benarkah pendapat ini?

Istilah thibbun nabawi sebenarnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW. Istilah thibbun nabawi dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke 13 Masehi untuk memudahkan klasifikasi ilmu kedokteran. Istilah thibbun nabawi sebenarnya diambil dari kitab karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (691-751 H./1282-1372 M) yang berjudul Zadul Ma’ad. Dalam kitab Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim mengelompokan hadits-hadits Nabi dan perilaku Nabi sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan dalam bab thibbun nabawi. Inilah yang kemudian menjadi dasar bagi generasi setelah Ibnu Qayyim untuk menyebut ilmu kedokteran yang diterangkan dalam buku itu dengan thibbun nabawi.

Banyak juga para ulama setelahnya menulis buku yang khusus berjudul thibbun nabawi.
Dalam kitab Shohih Muslim dan Shohihul Bukhori terdapat dua bab khusus yang membahas tentang kedokteran modern. Modern di sini maksudnya adalah kedokteran yang diakui oleh dunia Barat seperti yang terjadi saat ini. Kalau dalam kitab Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim menulis masalah pengobatan yang berhubungan dengan bekam, herba, ruqyah, kay dan sekitarnya, namun dalam Shohih Muslim dan Shohihul Bukhori yang ditulis adalah kedokteran yang berhubungan dengan kedokteran medis modern seperti saat ini. Sehingga para ulama mengatakan Imam Bukhorilah yang merupakan orang pertama yang menulis tentang thibbun nabawi.

Thibbun nabawi sebenarnya merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu kedokteran. Baik pengobatan modern, tradisional, maupun alternatif. Ilmu ini pula yang dikembangkan umat islam ke seluruh dunia hingga abad ke 17. Saat itu tidak ada pemisahan antara ilmu kedokteran modern dan kedokteran tradisional. Pada awal abad ke 19, orang-orang Yahudi dan Nasrani menghapuskan ilmu kedokteran yang berasal dari kaum Muslimin dari kurikulum-kurikulum sekolah mereka di negara-negara Eropa. Mereka kemudian mengembangkan ilmu kedokteran yang sudah terpisah tadi, sehingga maju seperti sekarang ini. Lalu mereka mengatakan bahwa ilmu kedokteran Barat yang maju itu milik mereka. Dan itulah yang mereka sebut ilmu kedokteran modern. Sedangkan yang menurut mereka ketinggalan zaman, mereka sebut ilmu kedokteran tradisional, sebagai milik orang Islam. Padahal sekarang ini sudah dibukitkan bahwa ilmu kedokteran yang mereka anggap tradisional itu ternyata tidak ketinggalan zaman, bahkan mampu menyelesaikan problema kesehatan yang tidak dapat diatasi dengan kedokteran modern.

Terbukti di Eropa sendiri terapi bekam terus dikembangkan hingga munculah ahli terapi bekam dari negara Barat, seperti DR. Michael Reed Gach dari California dengan bukunya Potent Point, a Guide to Self Care for Common Ailments (Titik-titik Berkhasiat Sebagai Panduan Perawatan Diri dan Pengobatan Penyakit Secara Umum). Hal ini ternyata sesuai dengan hadits Nabi sekitar Tahun 600 Masehi yang diriwayatkan oleh Thobroni, bahwa pembekaman pada satu point di sekitar tengkuk saja dapat menyembuhkan 72 penyakit :

“Hendaklah kalian semua melakukan pengobatan dengan bekam di tengah tengkuk (Qomahduwah), karena sesungguhnya hal itu merupakan obat dari tujuh puluh dua penyakit dan lima penyakit gila, kusta, belang (vitiligo), dan sakit gigi.”
(HR. Tobroni)

Jadi, pembagian ilmu kedokteran antara modern dan tradisional itu sebenarnya merupakan usaha orang-orang Yahudi dan Nasrani untuk menjauhkan kaum muslimin dari ilmu kedokteran yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagai bukti bahwa kedokteran modern, yaitu yang mereka anggap berasal dari Eropa, itu sebenarnya sudah dikembangkan oleh para sahabat Nabi, tabi’in, tabi’ut, tabi’ut tabi’in dan generasi berikutnya, adalah bahwa dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah banyak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran, baik kedokteran tradisional maupun modern.

Pada zaman perang salib, para pasien Kristen lebih suka mengambil dokter-dokter muslim daripada dokter-dokter Kristen. Dikarenakan pada saat itu orang Islam lebih pintar dan ahli dalam pengobatan. Tsabit bin Qurroh, seorang tabib, banyak mengobati tentara-tentara yang terluka. Ia melihat sendiri bagaimana dokter-dokter Perancis mengobati dengan kejam, bahkan banyak yang gagal. Sehingga Raja Louis IX setelah selesai perang salib tertarik dengan Rumah Sakit Nurudin di Damaskus. Maka ia pun mendirikan rumah sakit yang pertama bernama Les Quinze Vingt, yang sekarang menjadi rumah sakit mata terkenal di Eropa. Selain rumah sakit di Selarno dan Paris, di Bologna, dan Montpeller, berdiri pula rumah sakit dan fakultas kedokteran yang bersendikan Islam.

Penulis ilmu kedokteran nabi yang pertama adalah Ali bin Sahl bin Robban Ath-Thobari (sekitar tahun 785-861 M). Ia adalah seorang ahli kedokteran yang mampu menyatukan dan memadukan ilmu kedokteran Yunani, Mesir, Persia dan India. Salah satu bukunya berjudul Manafi’ul Ath’immah (Manfaat Makanan). Ia menulis buku lebih dari 360 judul buku kedokteran. Muridnya adalah Abu Bakar Ar-Rozi (854-932M) yang terkenal di Eropa sebagai dokter paling besar di abad pertengahan, dengan bukunya yang tekenal berjudul Al-Hawi.

Karena kegigihan dokter-dokter muslim dalam mengembangkan ilmu kedokteran, maka kedokteran Islam dapat menguasai dunia. Namun, seiring dengan kekalahan umat Islam, musuh-musuh Islam di negara-negara Eropa mulai memisahkan kedokteran yang bersandarkan nilai-nilai Illahi, dan membuangnya dari kurikulum kedokteran mereka. Sehingga pada akhirnya, orang muslim tidak mengetahui bahwa sebenarnya ilmu kedokteran nabi tidak hanya kedokteran tradisional, namun juga kedokteran modern yang diklaim orang Barat sebagai milik mereka. Mereka juga menghapus nama-nama dokter muslim dari literatur mereka, dan memunculkan dokter-dokter dari kalangan mereka sendiri, yang sebenarnya juga mengambil ilmu kedokteran dari dokter-dokter muslim. Memang inilah tujuan mereka untuk menjauhkan kaum muslimin dari penguasaan teknologi kedokteran,yang apabila dikuasai orang Islam, maka kaum muslimin pasti akan menguasai dunia.

Dengan demikian sudah tidak diragukan lagi bahwa para dokter muslim abad 7-13 Masehi yang menciptakan dasar-dasar kedokteran modern tersebut adalah para dokter yang mempraktikan thibbun nabawi. Mereka tidak memisah-misahkan antara pengobatan tradisional, medis, dan non medis. Namun mereka tetap menjaga agar metode pengobatan tersebut tetap dalam bingkai keislaman dan arahan wahyu illahi.


Www.tibiajogja.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ANTARA KEDOKTERAN MODERN, THIBBUN NABAWI, DAN TERAPI BEKAM"

Posting Komentar